KENANGAN tentang Pulau Natuna, Riau, begitu membekas di benak Adzima Nurul Fatimah, 20 tahun. Selama 14 hari, mahasiswi Hubei Minzu University asal Mamuju, Sulawesi Barat itu harus “dikurung” di perbatasan Indonesia dan Vietnam tersebut. Ia dikarantina setelah dievakuasi dari Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, kota asal munculnya virus Corona (COVID-19) pada 2 Februari 2020. “Hari pertama, kedua, dan ketiga kami masih menghitung hari. Tapi lama-kelamaan malah tidak mau pulang, hehehe,” kata Adzima saat berbincang dengan Sulbarkita.com, Rabu, 18 Maret 2020. Berikut sebagian petikan wawancaranya.
Kapan berangkat ke Indonesia?
Dari Wuhan kami berangkat sekitar jam 2 dinihari, 2 Februari 2020, dengan pesawat Batik Air. Dari Bandara Internasional Tianhe Wuhan langsung ke Bandara Hang Nadim Batam. Tiba sekitar jam 8 pagi kami kemudian pindah pesawat ke Natuna. Oh ya, saat di Wuhan kami diberi tahu bakal diobservasi di Natuna selama 14 hari. Saya sempat mengira bakal sering berenang karena Natuna daerah laut. Ternyata, kami tinggal di Markas TNI AU. Jauh dari laut, hehe.
Apa saja fasilitas di Markas TNI AU Natuna?
Sangat banyak. Ada tempat karaoke, lapangan basket, voli, futsal, juga tempat tenis meja. Jadi kadang kami ditanyai mau apa, nanti disediakan. Tempat tidurnya juga sangat nyaman. Ada kamar bagi yang berkeluarga, juga tenda darurat dengan AC dan TV. Kasurnya juga lebih enak dari asrama kampus, hahaha.. Dan karena saya gercep (gerak cepat), saya bisa dapat kamar. Kami satu kamar bisa 14 orang. Sangat luas memang kamarnya. Bisa main bulu tangkis di dalamnya.
Wawancara khusus Adzima di Majalah Sulbarkita.com terbitan Mei 2020
Wah enak sekali ya. Terus kegiatan selama di sana apa saja?
Setelah salat subuh kami bersih-bersih di sekitar Markas TNI. Sekitar pukul 6.30 sampai 8 pagi, kami senam. Setelah itu kami menjalani tes kesehatan seperti tekanan darah dan lainnya, baru sarapan. Nah, ini bagian paling enak karena disuguhi empat sehat lima sempurna. Yang paling banyak ikannya yang besar-besar. Ada juga beragam snack. Kami jadinya makan terus. Untung tidak disediakan timbangan, bisa bahaya, hahaha..
Terus kegiatan kalian setelah sarapan apalagi?
Macam-macam. Ada yang mencuci pakaian, ada karaokean, tenis meja, dan lainnya. Jam 10 dan jam 14 kami ada kelas bahasa Tiongkok dan Bahasa Inggris yang diisi pengajar yang sudah disediakan pemerintah. Di jam itu disiapkan pula psikolog bagi mereka yang masih butuh bimbingan psikis. Setelah Ashar, kami kumpul bareng, dan ada sejenis games dari para psikolog agar kami tak jenuh. Lalu setelah Isya, ada edukasi dari TNI seperti perkenalan satu sama lainnya.
Banyak momen berkesan ya, di sana?
Sangat banyak. Saat hari pertama, kedua, dan ketiga kami masih menghitung hari, tapi lama kelamaan tidak mau pulang, hehehe. Yang paling berkesan adalah ketika kami melihat banyak pemberitaan dari televisi seperti masyarakat (Natuna) yang katanya tidak menerima kami. Kami sempat ada takut kalau sampai diusir. Untung kami bisa saling menguatkan, jadi kekeluargaannya sangat terasa. Kami juga diedukasi dan dijaga TNI dan Polri, jadi pada akhirnya merasa aman.
BACA JUGA:
WAWANCARA KHUSUS WAWANCARA KHUSUS MAHASISWA TIONGKOK ASAL SULBAR 2: Saat Saya Tinggalkan, Wuhan Seperti Kota Mati
Bisa ada cinta lokasi dong di sana?
Memang ada. Bagaimana tidak, 14 hari kami bareng dengan orang itu-itu saja. Psikolog meminta kami untuk berkenalan satu sama lain, dan ternyata banyak juga anggota TNI yang muda, angkatan 2019. Hehehe.. Tapi kalau saya sih, tidak cinlok. Sampai sekarang komunikasi kami cukup intens lewat grup whatsapp bernama Keluarga Natuna.
TRI S
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar