Sulawesi Barat tak hanya soal pantai-pantai cantik dan kuliner. Daerah yang mayoritas didiami orang Suku Mandar ini juga menyimpan kekayaan budaya, baik tari, kearifan lokal, maupun alat musik tradisional. Sebagian alat musik tersebut sudah mendunia. Misalnya rebana yang dipopulerkan parrawana towine Cammana hingga ke Singapura.
Baca juga:
Kisah Cammana, dari Limboro ke Negeri Singa
Menurut Raodah, yang menulis makalah berjudul Eksistensi dan Dinamika Pertunjukan Musik Tradisional Mandar di Sulawesi Barat (2019:271), alat musik dengan bahan lokal masih diminati dan dimainkan di sejumah acara di Sulbar. Seperti pagelaran budaya, maupun dalam media ritual upacara tradisional. Dahulu, orang Mandar mulai membuat alat dan memainkan musik untuk mengisi kesunyian saat berlayar maupun berladang. Mereka meningkahi pergolakan hidup dengan irama musik. Sebab bagi orang Mandar, kata Raodah, bermain musik bukanlah keisengan melainkan ekspresi jiwa. Berikut adalah alat musik tradisional Mandar yang masih lestari hingga saat ini.
- Pompang
Pompang adalah alat musik tiup atau aerofon yang mengeluarkan suara dengan jangkauan 2 ½ oktaf tangga nada. Instrumen ini dibuat dengan memadukan potongan bilah bambu berukuran besar dan kecil. Bambu berukuran tinggi dan besar biasanya akan mengeluarkan nada rendah. sebaliknya, bambu berpotongan kecil mengeluarkan nada tinggi.
Pompang/ Sumber: Muri.org
- Rebana
Alat musik pukul atau membrafon ini dalam bahasa Mandar disebut rawana. Rawana adalah gabungan antara budaya Mandar dengan Arab. Pemain alat musik ini disebut parawana. Mereka biasa unjuk gigi di sejumlah acara, seperti upacara khatam Al Quran, dan kadang berkolaborasi dengan suguhan alat musik yang lain. Sementara Syahribulan, seperti dikutip dari makalah Raodah, menyebut bahwa eksistensi parawana kian tampak seiring semakin terpenuhinya kebebasan berekspresi. Mereka kadang tampil di acara pernikahan, kegiatan ruwat desa, karnaval daerah, pelantikan kepala desa,
Parrawana/ Sumber: Ikhwan Munady Barlim
- Gongga Lima
Sekilas bentuk Gongga Lima mirip sumpit yang terbuat dari bambu. Cara memainkannya adalah dengan memukulkannya ke tangan. Alat ini terdiri atas kata gongga dan lima; gongga adalah alat itu sendiri, sedangkan lima mewakili jumlah jari pada satu tangan. Gongga Lima yang dimainkan orang-orang Mandar di Balanipa, mirip dengan Parappasa, instrumen dari Gowa, Sulawesi Selatan.
Gongg Lima/ sumber: alatmusikmandar.blogspot.com
- Pakkeke
Ini adalah instrumen musik dengan bunyi yang khas. Alat yang juga dikenal dengan nama Keke ini terbuat dari bambu berukuran kecil. Bagian ujung bambu itu dililit daun kelapa kering yang memberi ornamen menarik pada bunyi akhir.
pakkeke/ sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id
- Calong
Namanya mirip calung, alat musik tradisional dari Jawa Barat yang sama-sama terbuat dari bilah bambu. Bilah bambu itu dirakit kuat ke atas buah kelapa, hingga membentuk mangkok. Buah kelapa itu berfungsi sebagai wadah keluarnya bunyi, sedangkan bambunya menghasilkan nada. Menurut catatan, calong klasik hanya memiliki empat nada sederhana, beda dengan saat ini yang sudah dimodifikasi hingga menghasilkan beragam nada. Dulunya, alat musik ini dimainkan solo alias perorangan. Namun sekarang, ada kalanya dimainkan beberapa orang sekaligus dalam satu kesempatan.
calong /wadaya.com
- Popondo
Orang Sulawesi Selatan bisa jadi familiar dengan namanya, karena mirip dengan alat musik daerah mereka yang bernama popondi. Alat ini bersenar satu, dengan batok kelapa menjadi resonatornya. Uniknya, di tanah Mandar, popondo atau tolindo dimainkan para anak muda untuk merayakan petani yang masuk musim panen. Bentuknya tak kalah nyentrik, karena mirip dengan tanduk kerbau yang bertumpu pada tempurung kelapa. Adapun di kelapa itulah gawainya dipasangkan.
Popondo/Sumber: infobaru.id
- Sattung
Sama-sama terbuat dari bambu, bedanya bambu untuk sattung mesti dikeringkan dulu untuk kemudian dipotong sesuai ruasnya agar tulangnya tak terlihat bolong. Baru kemudian ujung bambu itu diikat agar tak rusak saat dicungkil 2 kalian. Hasil cukilan itu lalu diberi pengganjal dawai dari ujung ke ujung, sementara bagian tengahnya dilubangi untuk resonansi. Dulunya, sattung dimainkan sebagai hiburan, beda dengan sekarang yang dimainkan saat upacara pertunjukan.
sattung/ sumber: bangayas.com
TRIVIA
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar