Majene, Sulbarkita.com -- Desa Putta’da merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene yang tak hanya kaya dengan pemandangan alam yang indah. Daerah yang ada wilayah pegunungan ini juga punya segudang hikayat yang sampai saat ini masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat setempat, salah satunya kisah Tomesaraung Bulawang.
Dalam bahasa Indonesia, Tomesaraung Bulawang, diartikan sebagai Si Pemakai Topi Caping Emas. Bentuk topi ini cukup akrab bagi kalangan masyarakat khususnya petani karena cukup baik melindungi kepala dari sengatan matahari. Topi caping ini biasanya terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk bundar dengan ujung atasnya lancip.
Hikayat Tomesaraung Bulawang di Putta’da terdiri dari beberapa versi. Salah satu versi menyebutnya sebagai istri dari Daeng Palulung, pendiri Kerajaan Sendana, yang dikaruniai sejumlah anak, salah satunya bernama Iputta’daq. Namun terdapat pula versi lain yang menyatakan Tomesaraung Bulawang adalah putri raja Putta’da yang hidupnya berakhir tragis.
“Dia perawan cantik yang meninggal pada usia belia,” kata Ketua Adat Putta’da, atau yang bergelar Pappuangang, Muhammad Ali, kepada Sulbarkita.com di kediamannya, Rabu, 27 Juli 2022.
Kecantikan Tomesaraung Bulawang tak hanya menjadi perhatian pemuda Putta’da, tapi juga tersohor hingga ke negeri seberang yakni Toraja. Hingga akhirnya Raja Tanah Toraja (Toraja) Lakipadada juga terpikat oleh kecantikan sang putri raja.
Raja yang termasyur di Toraja tersebut percaya diri bisa merebut cinta Tomesaraung Bulawang, apalagi mereka masih tergolong keluarga dekat. Menurut Ali, Lakipadada merupakan sepupu satu kali Tomesaraung Bulawang.
Sampai suatu ketika, Lakipadada memberanikan diri mengutus sejumlah prajuritnya ke Putta’da untuk meminang sang putri. Sayangnya, harapan tinggal harapan. Lamaran sang raja ternyata ditolak oleh keluarga Tomesaraung Bulawang lantaran perbedaan agama. “Saat itu Tomesaraung Bulawang sudah beragama Islam,” kata Ali.
Pulanglah para prajurit Lakipadada menyampaikan kabar yang membuat Lakipadada sangat murka tersebut. Saking murkanya, Lakipadada mengutus pasukannya untuk membawa paksa sang putri. “Jika dia tidak ingin ikut, penggal kepalanya dan bawa kepada saya,” kata sang raja Lakipadada seperti ditirukan Ali.
Mendengar kabar akan ditangkap, Tomesaraung Bulawang bergegas diungsikan ke sebuah kawasan bernama Mosso, di pengunungan Sendana, Putta’da. Namun persembunyian sang putri terbongkar oleh pasukan Lakipadada yang sakti mandraguna. Mereka menemukan petunjuk keberadaan sang putri lewat beberapa helai rambutnya yang hanyut di sungai. “Rambut Tomesaraung Bulawang hanyut seusai mandi di sungai kala itu,” kata Ali.
Setelah menemukan sang putri, Prajurit lalu menyampaikan titah sang raja untuk membawanya ke Toraja. Namun Tomesaraung Bulawang tidak mengubah niatnya menolak cinta Lakipadada. Akhirnya, dia pun dihukum pancung oleh prajurit Lakipadada. Lalu kepala sang putri kemudian dibawa ke istana sang raja.
Murka sang raja pun sirna karena bisa mengobati rasa malu ditolak sang putri. Untuk menjaga hubungan baik dengan Putta’da, Lakipadada lalu mengirim sejumlah perhiasan ke sana. “Yakni piring 20 buah dan emas batangan,” ucap Ali. “Jadi bukan emas berbentuk topi seperti yang beradar selama ini, tetapi emas batangan,” kata Ali menambahkan.
Makam Diduga Pernah Dijarah
Di lereng gunung Buttu Suso, tepatnya di kampung Sa'Adawang, Desa Putta’da, terdapat sebuah makam yang diyakini warga sebagai makam Tomesaraung Bulawang. Dalam artikel Muhammad Munir, berjudul Napak Tilas Sejarah Kerajaan Sendana (Bagian 1) "Putta'da dan Perkampungan Tua Sa'Adawang", kondisi makam begitu memprihatinkan, karena berada di antara semak belukar, tak terawat dan hanya terdiri dari 3 bongkahan batu yang menjadi penanda.
Munir menulis, pada 1973 makam ini pernah digali oleh oknum yang tak bertanggung jawab untuk mendapatkan harta karun. Bahkan sejumlah warga mengaku melihat sang penggali menemukan banyak keramik, emas dan harta kekayaan lainnya dari dalam makam tersebut. “Saya malu dengan peristiwa penggalian kuburan itu, bisa jadi suatu saat orang Toraja datang untuk berziarah,” ucap Ali.
Makam Tomesaraung Bulawang di Toraja
Makam Tomesaraung Bulawang diyakini warga tak hanya di Putta’da, tapi juga ada di Toraja. Pappuangang Putta’da, Muhammad Ali mengaku pernah berziarah ke sana pada 2017. Menurut Ali, pemangku adat Toraja mengakui hikayat Tomesaraung Bulawang yang dipancung lalu kepalanya dibawa ke Kerajaan Toraja. “Kepala itu disimpan dalam peti di sebuah gowa batu di Sangalla, Toraja,” kata dia.
Kepada pemangku adat Toraja, Ali meminta agar bagian tubuh tersebut dibawa ke Putta’da untuk dikubur di dalam makam Tomesaraung Bulawang. Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi karena harus melalui sejumlah ritual. “Menurut pemangku adat Toraja, itu bisa saja diambil, tapi akan ada upacara adat yang dilakukan,” kata Ali.
Erisusanto | galerikopicoqboq.blogspot.com
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar