Mamuju, Sulbarkita.com -- Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Sulawesi Barat kembali menggarap proyek Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palipi di Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene. Rencananya proyek akan dimulai pada Juli 2019 dan ditarget rampung pada 2020 mendatang.
“Saat ini proyek dalam perencanaan,” ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Sulawesi Barat, Parman Prakkasi kepada Sulbarkita.com di ruang kerjanya, Rabu 26 Juni 2019.
Rencana anggaran proyek PPN Palipi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu sebesar Rp 7.683.606.113,08. Anggaran tersebut bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Parman mengatakan pemerintah pusat sempat melakukan moratorium proyek tersebut akibat adanya kesalahan desain bangunan dan praktik korupsi dalam pengerjaannya.
“Sudah ada yang ditahan oleh pihak terkait akibat kasus korupsi proyek pelabuhan. PPN Palipi juga merupakan copy paste dari desain pelabuhan yang ada di Provinsi Gorontalo sehingga bangunan pelabuhan tidak seperti yang diharapkan. Semua itu terkuak di pengadilan saat itu,” kata Parman.
Akibat pembangunan yang terbengkalai itu, Parman telah berupaya meyakinkan pemerintah pusat untuk mengucurkan kembali anggaran PPN Palipi agar pembangunan dapat segera diselesaikan. “Kami berupaya serius menangani proyek ini jangan sampai ada kesalahan. Pelabuhan harus segera berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat Sulbar,” ucapnya.
Parman menambahkan, rencananya disekitar pelabuhan juga akan dibangun rest area atau tempat istirahat bagi para pelaut. “Jadi mereka nantinya bisa menginap di tempat itu untuk menikmati keindahan alam di Palipi,” ujarnya.
Senada dengan itu, Pajabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pembangunan PPN Palipi, Rusman berharap proyek itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Sulbar, terutama pada sektor perikanan.
Untuk itu, kata Rusman, pihak dinas akan menyediakan infrastruktur untuk menarik minat masyarakat nelayan beroperasi di pelabuhan. “Di sana akan disediakan bahan bakar khusus nelayan dan docking kapal serta fasilitas yang mengarah kepada industri perikanan seperti alat pengolahan ikan,” ujarnya kepada Sulbarkita.com, Kamis, 27 Juni 2019.
Lebih lanjut, Rusman menjelaskan, PPN Palipi akan dibangunkan breakwater yang berfungsi melindungi kapal dari arus dan gelombang laut. “Jadi kapal yang bersandar di pelabuhan terhindar dari hantaman langsung ombak dari arah barat. Sekarang sedang dipelajari pihak ahli dari Unhas,” ujarnya.
Saat ini, pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Sulbar telah menghadirkan sejumlah ahli kelautan dari Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar untuk melakukan kajian akademis terhadap proyek pembangunan yang dianggarkan pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut.
Saat dikonfirmasi, Ahli Rekayasa Pantai, Sabaruddin Rahman menjelaskan permasalahan yang timbul di lokasi pelabuhan sesuai penelitiannya di lapangan. Dosen Program Studi Teknik Kelautan Unhas itu bersama rekan-rekannya menemukan sedimen tanah lunak pada elepasi minus 10 di lokasi pelabuhan.
“Itu terjadi karena lokasi pelabuhan dekat dengan sungai yang membawa tanah lumpur dan mengendap selama puluhan sampai ratusan tahun di lokasi itu,” kata Sabaruddin.
Lanjut Sabaruddin, tanah lunak itu dapat mengakibatkan rubuhnya bangunan karena daya tahan tanah yang tidak kuat. Belum lagi kondisi gelombang tinggi yang terjadi pada wakti-waktu tertentu yang dapat menghambat pembangunan pelabuhan. “Untuk pembangunan tahap selanjutnya harus lebih berhati-hati,” ujarnya.
Korupsi Proyek PPN Palipi
Pembangunan PPN Palipi dengan anggaran Rp 18 milyar itu menuai persoalan akibat adanya kasus korupsi yang melibatkan pejabat teras Pemerintah Kabupaten Majene. Saat itu, Kejaksaan Negeri Majene resmi menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PPN Palipi pada Jumat, 13 Mei 2016.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat, 13 Mei 2016, ketiga tersangka itu ialah Alamsyah dan Graha Satra Aditya Zein. Tersangka lain yakni mantan Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Majene, Ahmad Hasan yang telah ditahan lebih dulu dalam kasus pengadaan tanah proyek nasional tersebut.
Alamsyah merupakan panitia lelang barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Sulawesi Barat, sedangkan Graha sebagai konsultan perencana. Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 470 juta.
Hingga pada Selasa, 20 Juni 2017 lalu, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mamuju memvonis enam orang terdakwa yakni, Ahmad Hasan, Alamsyah, Graha Sastra, Muhammad Hayat Manggazali, Nawir Fachdan dan Ilham Mustari serta korporasi (perusahaan) PT Fatimah Indah Utama sebagai pelaksana proyek dengan total kerugian negara mencapai Rp 1.366.796.147,10.
Erisusanto
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar