OPINI

Kamis, 27 Agustus 2015 | 11:17

ilustrasi semut sumber : oaseindonesia.com

Bagian paling sakral rumah adat suku Mandar adalah to’doang posi’. To’doang posi’  berasal dari kata to’doang (tiang rumah) dan posi’ (pusat) atau tiang penyangga utama yang berada di bagian tengah rumah. Tiang itu dipercaya sebagai pusat rumah atau tempat ruh rumah bersemayam.

Saat membangun rumah, orang Mandar memulai dengan membuat kerangka beserta to’doang posi’-nya. Biasanya, mereka berdoa bersama sambil menyediakan beragam sesajen untuk dinikmati seusai ritual. Sesajen berupa nasi dari beras ketan (songkol), bubur kacang ijo (ule-ule), serta pisang yang diletakkan di dekat tiang. Dupa sebagai bahan wajib ritual dinyalakan dan berada di antara makanan khas Mandar tersebut.

Banyak versi soal makna dari to’doang posi’; jika bicara soal tiang itu sebagai simbol. Ada versi yang menyebutkan to’doang posi’ merupakan penghubung antara si empunya rumah dengan Tuhan. Ada pula yang mengaitkannya dengan huruf Hijaiyah. Tiang itu adalah alif. Begitulah versi yang berbeda.

Jika to’doang posi’ diartikan sebagai huruf alif, sangatlah berkaitan dengan kisah Sayyidina Ali ra. sebagaimana diriwayatkan oleh Husein Bin Ali ra. Menurut Sayyidina Ali, huruf pertama dalam aksara Arab tersebut berarti tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Hidup dan Maha Kokoh. Ini menunjukkan to’doang posi’ merupakan suatu prinsip esensial dan fundamental tentang kebenaran yang berasal dari Tuhan yang dipertahankan dengan teguh, sekokoh, serta sekuat, setegak to’doang posi’.

Kekokohan prinsip itu sejalan dengan karakter manusia Mandar selama ini. Terutama pelautnya. Mereka sangatlah gigih, tak pernah takut menghadapi badai sekalipun. Bersama perahu sandeq-nya (perahu bercadik khas Mandar), mereka mampu menembus angin dan membelah laut.

Kekokohan juga mengalir dalam diri Perempuan Mandar. Mereka terkenal sangat tabah menghadapi segala cobaan, termasuk saat menanti suaminya dari perantauan. Mungkin setabah karang di teluk Mandar yang saban hari diterpa ombak yang ganas.

Karakter yang kokoh itu dapat pula kita temukan pada diri Almarhum Baharuddin Lopa. Lopa selama menjabat sebagai Jaksa Agung sangat dihormati. Itu dikarenakan integritasnya, karena prinsipnya yang kokoh. Lopa pernah mengutip perkataan para leluhur orang Mandar: “Kau bisa kehilangan apa saja, tapi satu yang jangan sampai kau kehilangan, siri’, harga diri”. Dan memang, Almarhum Lopa selama hidupnya membuktikan kekokohan diri mempertahankan siri’ itu.

To’doang posi’ tak hanya sekedar tiang utama penyangga rumah adat Mandar. Lebih dari itu, to’doang posi’ menjadi simbol ketekatan, keuletan, kekokohan, serta ketangguhan dalam mempraktekkan budaya Mandar serta ajaran agama. Simbol yang sangat agung dan harus dipegang teguh oleh penghuni rumah adat Mandar.

mulya.sarmono@gmail.com
@Mulya_Sarmono
sumberfoto : oaseindonesia.com



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas