TEMPO.CO, Jakarta - Rencana penghapusan guru honorer oleh DPR dan pemerintah dinilai mesti diikuti dengan jaminan kepastian status kepegawaian. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, menuturkan, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini jumlah pegawai honorer mencapai 52 persen dari jumlah guru yang ada.
"Kalau tidak ada tenaga honorer, hari ini sekolah bisa lumpuh. Harus dilihat time line-nya kapan harus tidak adanya," kata Unifah di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu 22 Januari 2020.
Menurut Unifah, setiap tahunnya ada 50-70 ribu orang guru yang pensiun. Karena itu, guru honorer adalah upaya yang ditempuh oleh sekolah agar siswa selalu memiliki pengajar.
"Harus ada solusi [mengenai ketersediaan guru]. Kami memahami kita harus move onpada meningkatkan kualitas, namun yang ini tidak boleh diabaikan [status guru honorer pascapenghapusan]," kata dia.
PGRI mengharapkan seluruh guru honorer yang ada diberikan kepastian status kepegawaian. Bagi guru honorer yang berusia di bawah 35 tahun dapat mengikuti jalur tes CPNS. Untuk yang di atas 35 tahun mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). "Yang tidak lolos [CPNS atau P3K guru] harus ada penyelesaian. Bisa menjadi tenaga administrasi [sekolah]. Yang penting posisinya jelas," kata Unifah.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Nasional dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menghapus jenis pegawai tetap, pegawai tidak tetap, hingga tenaga honorer dari status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah. Namun, penghapusan tenaga honorer itu dilakukan secara bertahap.
Setelah tenaga honorer dihapus, selanjutnya, status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah hanya ada Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja alias PPPK.
BISNIS
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar