Nasional

Jumat, 26 Agustus 2022 | 11:17

Penerapan aturan mengenai kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang masih sarat masalah. Koalisi Seni mengimbau pemerintah untuk evaluasi skema, utamanya terkait hak cipta.

 

Jakarta – Koalisi Seni mencatat masih ada masalah struktural yang dapat merintangi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekraf). Aturan itu mengatur produk kekayaan intelektual (KI) seperti lagu maupun film, dapat menjadi objek jaminan utang ke lembaga keuangan bank maupun nonban.

Wakil Ketua Koalisi Seni Kartika Jahja mengungkapkan, pemerintah mesti melakukan evaluasi agar nantinya tak ada yang menghambat karya seni dan ekonomi kreatif menjadi jaminan utang. “Terkait hal itu, Koalisi Seni merekomendasikan sejumlah poin yang bisa dijadikan acuan evaluasi,” ujarnya di Jakarta, 26 Agustus 2022.

Pertama, Pemerintah harus memastikan empat pilar KI yakni penciptaan, perlindungan, penegakan hukum, dan komersialisasi, sudah terbentuk dengan mapan di ekosistem hak cipta. Empat pilar itu juga mesti bisa melindungi hak pelaku seni secara luas.

Peneliti kebijakan seni Koalisi Seni, Aicha Grade Rebecca menilai, penerapan skema jaminan utang bisa menjadi sia-sia jika masih banyak pelaku seni yang belum mempunyai pengetahuan memadai soal KI. Baik itu secara umum, komersial, hingga tata cara mendaftarkan produk KI. Pemerintah juga mesti memperhatikan tata kelola KI, khususnya hak cipta, yang masih abu-abu. “Hal ini penting untuk menegakan hukum jika terjadi pelanggaran,” kata dia.

Rekomendasi kedua, pemerintah mesti mengkaji kemungkinan untuk merancang peta transisi terkait jaminan utang KI. Kita bisa mencontoh Singapura yang meneken rencana induk 10 tahun penerapan pembiayaan berbasis hak KI. Strategi itu bisa diterapkan di Indonesia untuk menyempurnakan skema pembiayaan utang berbasis KI. “Bila diterapkan di Indonesia, strategi itu akan memperkuat infrastruktur KI secara simultan,” kata Aicha.

Ketiga, Koalisi Seni merekomendasikan pemerintah untuk mempertimbangkan anggaran subsidi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/Negara (APBN/APBD), atau memberi insentif finansial pada Lembaga pembiayaan milik negara dalam bentuk hibah. Sebab pada awal praktik penerapan skema, negaralah yang seringnya menanggung risiko kredit bersama Lembaga pembiayaan.

Aicha mencontohkan pemerintah India yang memberi insentif finansial bagi bank melalui CIPAM. Sedangkan pemerintah Singapura dan Malaysia, menganggarkan subsidi untuk proses garansi, valuasi, dan kredit secara keseluruhan. Strategi itu diterapkan demi meyakinkan lembaga pembiayaan untuk berpartisipasi dalam skema jaminan utang. “Taktik tersebut juga mengundang segmentasi debitur yang lebih inklusif,” ujarnya.

UU No 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur dua jalur dukungan finansial kepada lembaga pembiayaan dan debitur utang KI Pasal 24 UU itu menyebut, pemerintah dapat memberikan hibah kepada perusahaan milik negara dan daerah dengan persetujuan DPR. Tentunya, penerapan anggaran jaminan utang melalui APBN/APBD juga dapat dilakukan. Namun metode hibah lebih direkomendasikan karena skema itu akan mulai diterapkan tahun depan, sementara APBN/APBD untuk tahun 2023 telah mulai disusun pertengahan tahun ini. 

Sebelumnya, Koalisi Seni memetakan masalah struktural yang bisa menghambat penerapan PP Ekraf. Pertama, sistem KI yang saat ini ada, belum memadai untuk melindungi hak para pencipta. Selain persoalan sistem KI, masalah lainnya terkait akses pelaku ekonomi kreatif terhadap jaminan utang.

Pemerintah Indonesia, menurut Aicha, memiliki visi besar dalam membangkitkan kreativitas nasional dengan menggunakan objek KI sebagai jaminan utang. Namun, ketimbang buru-buru merealisasikannya, lebih baik bila metodenya disempurnakan dulu. Akan sangat disayangkan jika metode ini telah berjalan, tanpa pondasi kekayaan intelektual yang kuat pada akarnya. “Akan sangat disayangkan juga bila metode ini nantinya dimanfaatkan segelintir pihak saja,” kata dia.

 [*]

Koalisi Seni adalah lembaga nirlaba yang bekerja membangun ekosistem seni lebih baik di Indonesia. Untuk mencapai tujuannya, Koalisi Seni melakukan advokasi kebijakan seni, mendorong terwujudnya dana abadi kesenian, serta memperkuat pengelolaan pengetahuan dan jaringan antara anggota organisasi.

Koalisi Seni menjembatani beragam pemangku kepentingan dalam advokasi kebijakan untuk memajukan ekosistem seni. Koalisi Seni telah berhasil mendorong disahkannya UU Pemajuan Kebudayaan, turut mengadvokasi RUU Permusikan, menyusun riset tentang kebebasan berkesenian, dan ikut menjaring aspirasi pegiat ekosistem seni untuk Strategi Kebudayaan Nasional pertama di Indonesia. Koalisi Seni juga sudah menggolkan konsep dana perwalian kebudayaan sehingga pemerintah pada 2021 berkomitmen mengalokasikan Rp 3 triliun.

Anggota Koalisi Seni berkontribusi memperbaiki ekosistem seninya masing-masing, serta bekerja mengarusutamakan seni sebagai aset besar Indonesia. Hingga April 2022, Koalisi Seni beranggotakan 333 lembaga dan individu yang tersebar di 24 provinsi.

Untuk keterangan lebih lanjut maupun janji wawancara, hubungi:

Isma Savitri, Manajer Komunikasi Koalisi Seni - isma@koalisiseni.or.id, 081-310-130-960

 

Ikuti informasi terbaru seputar kebijakan seni di:

www.koalisiseni.or.id | www.pemajuankebudayaan.id | Instagram @koalisiseni | Twitter @koalisiseni | FB: Koalisi Seni



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas