Pertanyaan :
Saat ini banyak laporan polisi terkait status atau cuitan seseorang yang diduga mencemarkan nama baik orang lain di media sosial. Padahal isi status atau cuitan tak mencantumkan nama orang dalam tulisannya. Orang yang merasa malah tersinggung dan membawanya ke ranah hukum. Apakah si pembuat status/cuitan bisa dipidana?
Ida di Majene
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan anda. Sebelum kami memberikan jawaban atas pernyaan anda, kami kami perlu menjelaskan beberapa hal terlebih dahulu. Dari pertanyaan anda, kami menafsirkan, mungkin yang dimaksud sekaitan dengan kebebasan berekspresi di media sosial. Kebebasan berekspresi, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya, memang dilindungi dalam konstitusi kita. Salah satunya terutama dalam pasal 28 E Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak atas atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Tapi bukan berarti kebebasan dalam berekspresi tidak dibatasi begitu saja, meski tetap mengacu pada syarat-syarat tertentu.
Ada beberapa regulasi yang membatasi kebebasan berekspresi. Salah satunya terdapat dalam Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2015 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Salah satu pasal yang menjelaskan pembatasan kebebasan berekspresi dalam kovenan tersebut terdapat dalam Pasal 20 ayat 2 yang menyebutkan “Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi,permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.” Tak terkecuali kebebasan berekspresi di media sosial.
Dalam konteks pengunaan media sosial, kebebasan berekspresi dapat dibatasi melalui Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sekaitan dengan pertanyaan anda mengenai banyaknya laporan polisi terkait status atau cuitan seseorang yang diduga mencemarkan nama baik orang lain di media sosial, padahal si pembuat status atau cuitan tidak mencantumkan nama orang dalam tulisannya, orang merasa malah tersinggung dan membawanya ke ranah hukum. Maka, salah satu kasus yang dapat menjadi rujukan adalah kasus penghinanan dan pencemeran nama baik yang terjadi di Makassar.
Seorang perempuan bernama Yusniar, melampiaskan keresahannya di media sosial facebook dengan menuliskan status tanpa menyebutkan nama yang dituju dalam status tersebut. Namun, seseorang tersinggung soal status tersebut dan melaporkannya ke kepolisian. Singkat cerita, dalam pengadilan, Yusniar dituntut telah melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Dalam putusan pengadilan Nomor: 1933/Pid.sus/2016 yang menjerat Yusniar, Majelis Hakim Pengadilan Negri Makassar memutuskan Yusniar tidak bersalah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa, penghinaan dan pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat 3, merujuk pada Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang pada intinya menyatakan bahwa objek dari perbuatan penghinaan harus perorangan, bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan atau segolongan pendudukan dan lain-lain. Artinya, dalam pasal ini, harus dapat dibuktikan bahwa yang dituju adalah seseorang, dan seseorang tersebut harus merujuk pada satu nama. Jika tidak merujuk pada orang, atau pada orang namun tidak jelas siapa orangnya, maka tidak memenuhi unsur dalam pasal tersebut.
Merujuk pada putusan tersebut, jika dalam status atau cuitan tersebut tidak merujuk pada orang, atau merujuk pada orang namun tidak jelas kepada orang yang mana, maka akan sulit membuktikan siapa korban yang dimaksud. Sebaliknya, meski tidak menyebutkan nama, namun merujuk pada satu orang, maka sangat rentan terkena Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mengingat undang-undang ini banyak menuai protes dari kalangan aktivis pro demokrasi, karena mengandung pasal karet, yang dengan mudah mengkriminalisasi ekpresi di media sosial. Sehingga, kita menyarankan perlu tetap berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di media sosial.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Mulya Sarmono SH
Halo Guys….
Kami dari Sulbarkita.com membuka rubrik baru yang lebih interaktif. Namanya Konsultasi Hukum. Rubrik ini kami dedikasikan buat siapa saja yang mau berkonsultasi seputar masalah hukum dengan pengacara-pengacara yang menjadi partner kami.
Silakan kirim pertanyaannya lewat jejaring sosial Sulbarkita.com atau email dengan disertai hashtag #TanyaSulbarkita .Berikut alamat medsos dan emailnya :
- Facebook : SulbarKita
- Twitter : @sulbar_kita
- Instagram : sulbarkitadotcom
Email :
sulbarkita@gmail.com
info@sulbarkita.com
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar