Mamuju, Sulbarkita.com -- Penyelesaian masalah perkawinan anak usia dini menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Barat. Hal itu lantaran Sulbar berada pada persentase tertinggi perkawinan anak usia dini se Indonesia.
“Perkawinan anak usia dini ini masih berada pada angka 34 persen dan merupakan angka tertinggi di Indonesia,” kata Gubernur Sulbar, Ali Baal Masdar di ruang kerjanya, Jalan Abdul Mallik Pattana Endeng, Kelurahan Rangas, Kecamatan Simboro, Selasa, 29 Oktober 2019.
Pernyataan Gubernur Sulbar itu mengindikasikan bahwa pernikahan dini belum bisa ditekan di Sulbar beberapa tahun belakangan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulbar, pada 2015 terdapat 11,58 persen anak di Sulbar menikah pada usia di bawah 16 tahun. Kemudian laporan BPS pada 2016 menyebutkan perkawinan anak di Sulbar menempati urutan pertama di Indonesia dengan nilai 37 persen.
Baca Juga:
Lipa Sa’be, Simbol Penghapus Nikah Dini di Sulbar
Demikian pula pada 2017, perempuan yang menikah di bawah usia 21 tahun mencapai 117.741 orang dan laki-laki yang menikah di bawah 25 tahun mencapai 94.567 orang.
Untuk itu, Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan penanganan perkawinan anak usia dini. Surat edaran itu diedarkan kepada seluruh bupati se Provinsi Sulawesi Barat. “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sulawesi Barat,” ujarnya.
Menurut Ali Baal, pemerintah berkomitmen dan akan berada pada garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak. “Pencegahan dan penanganan perkawinan anak ini merupakan salah satu isu strategis pemerintah Sulbar,” kata dia.
Tingginya angka perkawinan usia anak ini, kata Ali Baal, berdampak pada tingginya angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, stunting, tingkat perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga bahkan tingginya angka putus sekolah.
Melalui surat edaran nomor 12 tahun 2019 itu, bupati se Provinsi Sulawesi Barat melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat melakukan pencegahan dan penanganan perkawinan anak usia dini.
“Itu bisa dilakukan dalam program dan kegiatan di masing-masing OPD terkait misalnya membentuk Kelompok Kerja (POKJA) yang terdiri atas lintas sektor,” ucap Ali Baal.
Fungsi pembentukan Pokja itu untuk memastikan pengawasan perkawinan anak usia dini dengan menerapkan nilai-nilai inklusif dan kesetaraan gender.
Ali Baal berharap para bupati se Sulawesi Barat menindaklanjuti surat edaran tersebut dengan membuat instruksi kepada jajaran di bawahnya agar melakukan sosialisasi tentang batas minimal usia perkawinan berdasarkan undang-undang nomor 16 tahun 2019, melakukan pencegahan, penanganan dan pengawasan serta penghentian perkawinan anak usia dini.
Erisusanto
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar