Mamasa

Minggu, 01 Oktober 2017 | 22:21

Semakin tingginya tren penikmat kopi di nusantara maupun di mancanegara, semakin melejit pula Kopi Toraja, sebagai kopi yang khas dari aroma hingga rasa. Namun kedikdayaan kopi toraja, tak menular pada kopi di sekitar kabupaten di Sulawesi Selatan tersebut. Salah satunya adalah Mamasa, Kabupaten di Sulawesi Barat, Sulbar, yang berbatasan langsung dengan Tanah Toraja.

Oleh sejumlah kalangan, kualitas rasa maupun aroma kopi di Tanah Mandar itu juga bisa diadu dengan Toraja.Itu tak lepas dari kontur wilayahnya, yang berada pada ketinggian 800– 1.400 m.dp, mirip dengan Toraja. Bahkan menurut pelaku usaha yang menggeluti perdagangan kopi di sana, sebagian besar (kurang lebih 70%) kopi Mamasa di jual ke Toraja. Di sana lantas diolah dan dijual atau diekspor dengan memakai brand kopi toraja.

Ironisnya, nama komoditas kopi Mamasa ini masih tenggelam jauh di bawah Kopi Toraja. Padahal di tahun 80-an, kopi “Arabika Mamasa” pernah dikenal hingga Eropa. Diduga itu terjadi karena kopi Mamasa dikelola oleh asing yang merupakan bawaan kolonial. Kondisi berubah ketika mereka angkat kaki, kualitas kopi di Mamasa mengalami penurunan.

Lahirnya banyak pecinta kopi di Sulbar juga tak mengangkat Kopi Mamasa karena digempur oleh kopi dari daerah lainnya. Sehingga kopi Mandar ini dianggap terabaikan di tanahnya sendiri. Kondisi diperparah oleh pengembangan dan pengelolaan kopi yang masih bersifat tradisional atau tergolong sederhana. Petani masih menggunakan metode yang diwariskan orangtua tanpa inovasi dan temuan baru untuk meningkatkan produktivitas kopi. Sebab tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani yang hanya mengenyam jenjang SD dan SMP masih rendah.

Mereka juga terhalang oleh tingginya harga peralatan pertanian yang sudah memanfaatkan teknologi modern. Walhasil penjualan kopi yang seringkali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga membuat petani tak punya simpanan untuk meningkatkan hasil pertanian kopi. Harga kopi biji jenis Robusta di Mamasa berkisar antara Rp. 20.000Kg -Rp. 23,000/Kg sedangkan kopi biji jenis Arabica bisa mencapai Rp. 40.000/kg

Namun tak ada kata terlambat untuk mengembalikan kejayaan kopi Mamasa. Apalagi didukung oleh luas wilayah pengembangan kopi hingga 23.419 ha di Sulbar. Khususnya di Mamasa dengan luas 19.117 ha. Di daerah ini, komoditas kopi jenis Arabika tengah dikembangkan di lahan seluas 11.983 ha dan jenis Robusta dengan luas 7.134 ha. Kendati produktivitas untuk jenis Arabika baru mencapai sebesar 0,39 t/ha dan Robusta 0,40 t/ha, namun potensi hasil bisa mencapai sekitar 1,5 – 2,0 t/ha. Apalagi bila ditinjau dari kesesuain lahan untuk pengembangan kopi Arabica dan rosbusta masih tersedia lahan yang cukup luas yaitu 46.583 Ha dan 38.342,9 Ha.

Peran utama pemerintah pun diharapkan menjadi pemicu pengembangan kualitas kopi di Mamasa. Para petani kopi diharapkan mendapat beragam keterampilan untuk memacu kemampuan mereka memproduksi hasil pertaniannya. Mereka juga sejatinya difasilitasi peralatan yang modern untuk memacu produksi. Salah satunya dengan mewujudkan pembangunan pabrik pengolahan kopi bubuk di Kecamatan Messawa, Mamasa.

ADM | LITBANG PERTANIAN SULBAR | YDPM-LSM

 

 



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas