Kepala Dinas Perhubungan, Kabupaten Majene Mithar Taala Ali meminta maaf terkait ciutannya disalah satu media yang menyebutkan kata kasar yang ditujukan kepada Pedagang Kaki Lima (PKL).
"Saya mohon maaf, saya tidak sadar melontarkan kata itu. Tadi ada pernyataan bahwa saya mencekik leher jenderal lapangan, itu tidak benar. Bukan mencekik tapi saya menarik,” ujar Mithar saat menemui massa aksi yang dilakukan Pedagang Kaki Lima (PKL) bersama organisasi kemahasiswaan di halaman kantor Daerah Kabupaten Majene, pada Jumat 1 Maret 2019.
Dilansir dari makassar.tribunnews.com, Selasa, 26 Februari 2019. Lapak dan bangunan yang menyerobot trotoar dan bahu jalan dinilai melanggar. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009.
"Itu sangat-sangat tidak bagus kelihatan, jorok banget dan itu melanggar aturan yang ada, termasuk undang-udang Lalu Lintas,” jelasnya.
Demonstrasi Pedagang dan Mahasiswa
Pedagang Kaki Lima (PKL) dan mehasiswa melalui demonstrasi mengecam tindakan Pemerintah Kabupaten Majene yang melakukan penertiban lapak pedagang, pada 25 Februari 2019 lalu. Awalnya aksi berlangsung damai, namun aksi tersebut ricuh karena Bupati Majene, Fahmi Massiara tak kunjung hadir.
Berselang sejam, akhirnya Wakil Bupati Majene, Lukman hadir ditengah-tengah kerumunan pendemo dan menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut. Lukman pun disambut teriakan massa aksi. “Penyampaianmu tidak benar wahai tuan” teriak salah satu pendemo dalam bahasa Mandar.
Sontak suasana pun memanas, kedua belah pihak terlibat saling dorong antara massa aksi dan petugas keamanan. Namun tak lama berselang, kericuhan berhasil dihentikan. Lukman mengajak perwakilan massa untuk berdiskusi di ruangan Sekretaris Daerah Majene.
Dalam diskusinya, Lukman berjanji akan menindaklanjuti semua aspirasi masyarakat. "Kami akan mencarikan jalan keluar permasalahan ini,” ujarnya. Lukman juga berjanji akan mendatangi lokasi penggusuran.
Sementara itu, Jenderal Lapangan, Abdul Rahman Wahab saat dikonfirmasi usai aksi sore mengaku akan menurunkan massa lebih banyak lagi jika tuntutan mereka tidak ditepati. "Kami akan melakukan aksi lagi dan kami pastikan massa akan lebih banyak,” kata dia.
Salahsatu demonstran yakni Agustinawati, 35 tahun, mengaku sudah turun temurun keluarganya membuka lapak penjualan ikan yang berada di Kelurahan Pangali-ali, Kecamatan Banggae, Majene.
"Sejak nenek moyangku menjual disana, mengapa mau digusur? padahal hasil dari penjualan ikan itu dapat menafkahi keluarga kami,” kata dia.
Agustina menyayangkan penertiban yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, penertiban seharusnya dilakukan pada Alat Peraga Kampanye (APK) calon legislatif yang mengurangi keindahan kota. “Mengapa lapak kami yang ditertibkan, kami kenapa bukan APK,” katanya.
Haslan Syahril
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar