Wisata

Rabu, 01 Agustus 2018 | 11:37

Passauang Tallu to Salamaq (sumur tiga mata air)/ Sulbarkita.com-Ashari

Majene, Sulbarkita.com--Sebagai salah satu kota tertua di Sulawesi Barat, Kabupaten Majene banyak menyimpan objek wisata sejarah yang menarik. Salah satunya Passauang Tallu to Salamaq atau kerap disebut sumur tiga mata air.

Objek wisata ini terletak di Lingkungan Simullu, Kelurahan Baruga, Kecamatan Banggae Timur. Sekitar 2 kilometer ke arah timur, dari pusat kota Majene.

Sumur tersebut konon tak pernah kering sejak ratusan tahun lalu. Itulah sebabnya keberadaannya dikeramatkan warga. "Banyak yang datang untuk ziarah baik dari masyarakat sekitar atau luar daerah," kata Nadir, 80 tahun, tokoh masyarakat setempat.

Terdapat pula cerita rakyat soal asal mula keberadaan sumur tersebut. Konon sumur tersebut muncul setelah Syek Abdul Mannan, tokoh penyebar Islam di Majene yang digelari To Salama di Salabose, hendak menunaikan solat.

Syeh Abdul yang tak menemukan air untuk berwudhu menancapkan tongkatnya ke tanah. Tak diduga air keluar dari tanah kemudian menjelma menjadi tiga sumur. "Air yang hingga saat ini masih ada itu dipercaya sebagai Passauwang Tallu," ujar Asraruddin, Kepala Seksi Pembinaan dan Pengawasan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Majene.

Asraruddin mengatakan cerita rakyat yang kuat tersebut membuat pemerintah Majene telah mengupayakan agar Passauang Tallu to Salamaq menjadi salah satu cagar budaya. Bahkan sudah diajukan untuk diregistrasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar Sulawesi Selatan. "Kami tinggal menunggu verifikasi dari BPCB," kata Asraruddin.

Sayangnya, objek wisata tersebut belum tersentuh oleh infrastruktur yang baik. Jalan beton yang mengarah ke sumur sudah berlubang dan retak.

Sekitar 200 meter sebelum sumur, pengunjung harus melewati jalan setapak yang tak beraspal dan hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Di balik rerimbunan pohon bambu, sumur pertama akan terlihat lebih dulu. Kemudian sumur kedua dan ketiga yang masing-masing berjarak 7 meter.

Kondisi sumur yang berdiameter 95 cm tersebut juga cukup memprihatinkan karena hanya dilapisi semen seadanya. Terdapat pula saung tempat masyarakat berteduh yang disekitarnya berserakan sampah plastik. "Kami memang terkendala oleh pendanaan," kata Asraruddin.

Menurut Nadir pemugaran sumur pernah dilakukan oleh swadaya masyarakat setempat. Namun itu terjadi beberapa puluh tahun yang lalu, "Sampai sekarang tidak berubah."

Muhammad Ashari



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas