Nasional

Rabu, 08 September 2021 | 21:50

Sidang Asrul di PN Palopo, Sulsel - ist

Palopo, Sulbarkita.com--Pakar hukum media dan pers dari Universitas Airlangga, Dr. Herlambang Perdana Wiratraman menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara UU ITE dengan terdakwa jurnalis Muh. Asrul, di Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan, pada Rabu 8 September 2021.

Menurut Herlambang perkara UU ITE yang menjerat jurnalis media Berita.News tersebut tidak semestinya masuk ke meja hijau. "Kasus ini jelas sangat prematur, belum layak disidangkan, karena berita yang dilaporkan tidak pernah melalui mekanisme penyelesaian sengketa di Dewan Pers sesuai amanat Undang - Undang Pers," ujar Herlambang yang dihadirkan via zoom oleh penasehat hukum Asrul dari LBH Makassar.

Baca juga:
Komite Keselamatan Jurnalis Kecam Penangkapan Wartawan Asrul
#BebaskanAsrul

Pada sidang yang dipimpin hakim Hasanuddin, sebagai Ketua Majelis Hakim, Herlambang menjelaskan memperkarakan sebuah berita harus melalui mekanisme khusus yang diatur oleh UU Pers nomor 40 tahun 1999 karena sifatnya lex specialis.

Penegasan UU Pers sebagai lex specialis dikuatkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 13 tahun 2008 dan MoU Polri dan Dewan Pers. Dengan demikian, lanjut Herlambang, menyeret Asrul dengan UU ITE sangatlah keliru tanpa mekanisme hak jawab dan penyelesaian sengketa di Dewan Pers.

"Jadi salah besar kalau ada yang memidanakan kegiatan jurnalistik, tanpa mekanisme di Dewan Pers karena ini menyangkut profesi. Keputusan MA juga menguatkan hal itu. Rekomendasi Dewan Pers itu adalah rekomendasi khusus sesuai keputusan MA, tidak bisa ke jalur pidana," jelas Herlambang yang juga Mantan Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Airlangga.
"Siapa pun boleh melaporkan berita secara pidana, tetapi kalau berhadapan dengan pers maka prosedurnya harus ke Dewan Pers lebih dulu. Undang-undang ini punya sistem hukum sendiri di luar sistem pidana," tambah Herlambang.

Selain itu, Herlambang menekankan bahwa lembaga peradilan tidak memiliki wewenang untuk menilai apakah sebuah berita telah memenuhi unsur kaidah jurnalistik dan atau jurnalis melanggar kode etik. Penilaian tersebut merupakan domain Dewan Pers.

"Lex spesialis UU Pers diuji dengan kode etik jurnalistik bukan KUHP. Lex specialis UU Pers semakin kuat posisinya diputuskan dalam yurisprudensi MA. Dalam SKB 2021 juga menyebut lex specialis," katanya.

Herlambang juga menyinggung mengenai sebuah berita ketika diposting ke media sosial tidak bisa disangkakan dengan UU ITE, sebab penyebaran berita di medsos melekat dengan kerja-kerja keredaksian perusahaan pers.

Ditanya hakim mengenai ada dua pernyataan penilaian Dewan Pers terhadap berita yang ditulis Asrul, Herlambang menjelaskan, penyidik kepolisian harusnya mengacu pada surat yang kedua sebelum menetapkan Asrul sebagai tersangka UU ITE.

Surat kedua Dewan Pers menyatakan tiga berita yang dilaporkan Kepala BKPSDM Palopo, Farid Kasim Judas, adalah produk jurnalistik. "Sesuai azas hukum, produk yang paling mengikat adalah yang terbaru. Penyidik kepolisian harusnya memakai surat yang kedua itu sebagai pertimbangan sebelum melanjutkan perkara ini," tegas dia.

TS/kabar.news



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas