OPINI

Sabtu, 08 Agustus 2015 | 13:51

Mulya Sarmono

Tak ada yang lebih indah dari nyanyian seorang ibu demi menidurkan bayi kecilnya. Barangkali hal itu tak berlebihan, karena tak bisa disangkal, nyanyian ibu mengandung cinta yang sangat besar bagi si buah hati.

Tradisi menidurkan dengan nyanyian yang kerap disebut Nina Bobo, cukup beragam di Indonesia. Termasuk dalam tradisi suku Mandar, suku yang mendiami Sulawesi Barat. Lagu untuk menindurkan bayi, atau dalam bahasa Mandarnya bernama peondo, biasanya dilantunkan kala membaringkan bayi di dalam sarung, yang ujungnya digantung di kayu penyangga kolong rumah panggung. Yang belakangan ujung pengikatnya dipasangi per besi, untuk menciptakan gerakan berayun.


Banyak versi lagu Nina Bobo ala Mandar tersebut, salah satu syairnya sebagai berikut:

Naniondoi I Cicci/Caco
Naniramo-ramoi
Kasi’na patindo’ naung
Dao lawe-laweang

Moa matindo’o naung
Kaerimmu ottonni
Kasi’na apa’ kanammu
Na membue masara

Namasara dao ande
Dao rundu iwai
Tori’mo iamo tu’u
Pappetandona Puang.

Syair tersebut dapat diartikan kurang lebih sebagai berikut:

Saya tidurkan si anak perempuan/lelaki
Disayang dan dimanja
Tidurlah anakku
Janganlah menangis

Jika kamu tertidur
Lengan kirimu yang berada di sebelah bawah
Karena kananmu
Bisa membuatmu bangun untuk menghadapi banyak hal dalam hidup

Jika kelak kamu menghadapi masalah, janganlah hanya makan
Jangan pula hanya minum
Karena itulah
Pesan dari Tuhan

Dari segi kesehatan, nina bobo sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang si bayi. Sebuah penelitian dari Great Ormond Street Hospital di London Inggris, menyatakan sang ibu yang melantunkan nyanyian merdu sebelum si bayi tertidur, meningkatkan kesehatan maupun kesembuhan pada bayi yang sakit.


Lagu peondo juga mengandung do’a dan tuntunan untuk bekal si bayi ketika menjalani hidup kala dewasa. Menjadi salah satu bentuk pendidikan usia dini bagi generasi baru manusia Mandar. Dibiasakan mendengarkan hal-hal yang baik dengan harapan berlaku baik di masa mendatang.

Lagu peondo adalah warisan nenek moyang manusia Mandar, yang sampai saat ini masih relevan dengan perkembangan zaman. Sehingga patutlah dilestarikan. Khususnya menciptakan generasi sehat, cerdas, serta bijak menghadapi dunia yang makin menggila.


Mulya Sarmono
mulya.sarmono@gmail.com
@Mulya_Sarmono

 

 

 



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas