Makassar, Sulbarkita.com—Indriyani, 50 tahun, sigap beranjak dari kursi plastik yang didudukinya setelah mobil pick up baru saja berhenti di samping warungnya. “Berapa gelas Pak? Dibungkus atau minum di sini?” katanya diikuti senyum.
Tangannya dengan cekatan meraih gelas plastik kemudian mengisinya dengan butiran tepung beras berwarna hijau, santan dan gula merah, serta es batu yang sudah dihaluskan. "Sepuluh ribu rupiah ya, Pak,” kata Ibu dua anak tersebut kepada si pembeli.
Indriyani menuang gula aren cair/Sulbarkita.com/Erisusanto
Indriyani adalah pedagang cendol yang saban harinya mangkal di trotoar Jalan Hertasning, Kelurahan Tidung, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Yang menarik dari jualan Indriyani adalah nama lapaknya yakni Cendol Mandar, penamaan yang merujuk pada suku Mandar di Sulawesi Barat.
Penamaan Cendol Mandar cukup mencolok di lapak Indriyani yang hanya berupa meja kayu berukuran sekitar 1,5 meter, payung jumbo, serta 3 buah kursi plastik. “Saya juga mau angkat nama suku saya dari jualan ini,” ujar Indriyani kepada Sulbarkita.com saat ditemui di lapaknya, Minggu, 16 November 2019.
Indriyani memang asli orang Mandar. Ayah ibunya berasal dari Lingkungan Tangnga-tangnga, Kelurahan Labuang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Semasa muda kedua orang tuanya merantau ke Makassar dan menetap di sana. “Terakhir saya pulang ke Majene tahun lalu saat ada keluarga naik haji,” katanya.
Indriyani lantas menikah dan dikaruniai dua anak perempuan. Dia pun kini menetap di Lingkungan Padendeang, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Namun dua tahun lalu, suaminya meninggal dunia. Sejak saat itu Indriyani menjadi tulang punggung keluarga.
Tidak mudah bagi Indriyani menjadi seorang janda dua anak di usia yang sudah menua. Namun hal itu tak menyurutkan tekadnya untuk berusaha. Setahun belakangan, dia pun berjualan cendol di Jl. Hertasning mulai pukul 10.00 hingga pukul 16.00 WITA. “Saya dari rumah ke sini sekitar 10 menit dengan naik bentor (Becak Motor).”
Sulbarkita.com/Erisusanto
Perpaduan manis, gurih, dan segar dari cendol buatan Indriyani ternyata cukup digandrungi masyarakat di Makassar. Bahkan dalam waktu satu jam, sebanyak 7 orang pengguna motor dan mobil singgah memesan 2 hingga 3 gelas cendol. “Alhamdulillah saya bisa dapat keuntungan perhari antara Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu,” kata dia.
Dengan jualan tersebut, Indriyani mampu menyekolahkan dua putrinya. Putri sulungnya baru saja menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kebidanan, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Sementara putri bungsunya kuliah di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pembangunan Indonesia (STKIP PI) Makassar, Yayasan Pembangunan Indonesia Makassar (YASPIM). “Sekarang putri sulung saya sudah bekerja di salah satu perusahaan di Makassar,” ujarnya dengan bangga.
Erisusanto
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar