Polewali Mandar, Sulbarkita.com -- Dua pria paruh baya dengan sorot mata tajam berhadapan. Di tangan kanannya terdapat golok yang panjang mengkilat. Sedangkan di tangan kirinya tersemat kayu persegi panjang bak perisai.
Kedua pria yang bermahkota tanduk kerbau runcing itu mengayunkan golok. Mengincar satu sama lainnya. Namun dengan lincah mereka saling menghindar. Meliuk di antara dentuman perkusi yang semakin cepat.
Demikianlah pertunjukan yang dipertontonkan pada sebuah resepsi pernikahan di lingkungan Patoke, Kelurahan Sulewatang, Kecamatan Polewali, Polewali Mandar pada Senin 5 November 2018.
Pertunjukan itu bernama Mallake. Itu merupakan salah satu kesenian yang sudah turun-temurun diwariskan ke masayarakat setempat. Kesenian itu biasa dipertontonkan pada sejumlah hajatan seperti pernikahan, khitanan, dan aqiqah, sebagai simbol tolak bala.
"Mallake wajib di keluaga kami. Namun kesenian ini hanya bisa dilakukan oleh garis keturunan dari Dusun Lematto, Desa Ongko, Campalagian, " terang Bahar Haruna, tokoh masyarakat yang sedang menggelar pertunjukan tersebut dalam rangka pernikahan anak sulungnya.
Namun demikian, Mallake sudah nyaris punah. Anggota DPRD Polman asal Campalagian, Abdul Muin yang turut hadir dalam acara tersebut mengaku sudah jarang menemukan tokoh masyarakat yang mempertontonkan kesenian tradisional tersebut.
"Saya sangat mengapresiasi pertunjukan kesenian Mallake ini. Sebab menjadi salah satu bentuk pelestarian seni tradisional,” kata dia. “Ini perlu diperhatikan oleh Pemerintah agar tidak punah," ujar Abdul Muin.
Menurut Abdul Muin, Mallake adalah kesenian tradisional yang menggambarkan situasi perang antar suku dan perang melawan penjajahan di masa lampau. Para penari saling menyerang dengan menggunakan properti sungguhan seperti tombak dan golok.
Namun karena sudah terlatih, mereka tidak saling melukai. " kesenian tradisional Mallake dulunya sangat melegenda dan sering dilakukan pada pesta panen dan hajatan," tutur Abdul Muin.
AHMAD G.
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar