Konsultasi Hukum

Jumat, 21 November 2025 | 05:17

Perkenalkan nama saya Malik, warga Pasangkayu.

Satu tahun lalu, teman saya mengutang uang senilai Rp. 50.000.000 kepada saya, dengan alasan akan digunakan untuk biaya bisnis jual beli kambing. Karena ia menawarkan akan memberikan pengembalian utang dan bunga 2,5% serta dia juga kawan kantor saya yang saya percayai, saya akhirnya iyakan. Saya pun berinisiatif membuat perjanjian utang piutang di bawah tangan dengan dua orang saksi dari kawan kantor saya yang lain. Dalam perjanjian itu, utang serta bunganya akan dibayarkan pada 10 November 2025. Akan tetapi, setelah jatuh tempo uang tersebut tidak dikembalikan. Saya mencoba menagihnya, Ia menyatakan usahanya tersebut tidak berkembang dan akhirnya bangkrut. Beberapa hari lalu saya kemudian mendesak agar uang itu dikembalikan, tapi Ia banyak alasan. Kemarin saya akhirnya ke rumahnya untuk menagihnya dan memberitahukan ke orang tuanya. Orang tuanya bilang akan menanggung utang anaknya, namun akan menjual tanahnya dulu. Pertanyaan saya, apa yang harus saya lakukan terkait kasus saya ini, tanpa harus melalui jalur pengadilan? Bagaimana cara mengikat ayahnya ini agar tetap menanggung utang anaknya?

Terima kasih

Jawaban :

  1. Tentang Perjanjian utang piutang yang telah Anda buat di bawah tangan dengan dua orang saksi lainnya yaitu teman kantor lainnya dengan isi perjanjian nilai utang yang jelas serta bunganya dan tanggal jatuh tempo pada tanggal 10 November 2025 (perjanjian ini telah memenuhi syarat sah suatu perjanjian sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata)

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa  supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

  1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (adanya perjanjian)
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (cakap / dewasa)
  3. suatu pokok persoalan tertentu; (objek perjanjian)
  4. suatu sebab yang tidak terlarang. (Halal)

Kemudian perjanjian tersebut telah mengikat kedua belah pihak dan menjadi undang-undang bagi Anda dan teman Anda sebagaimana bunyi Pasal 1338 KUHPerdata yang “menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

  1. Mengenai orang tuanya (ayah) yang ingin bersedia menanggung utang anaknya

Bahwa ayahnya mengatakan bersedia menanggung utang anaknya, hal itu belum otomatis mengikat secara hukum karena ayahnya bukan pihak dalam perjanjian awal, serta tanggungjawab orangtua atas utang anak tidak otomatis karena sesuai dengan pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri” (asas kepribadian ). Namun jika ingin ayah teman Anda secara sukarela dan sah secara hukum menjadi penanggung utang anaknya, saya sarankan Anda perlu membuat surat pernyataan penanggungan utang dan/atau perjanjian baru, yang akan diuraikan di bawah ini:

  1. penjamin utang / Jaminan Perorangan (Personal Guarantee)

Pihak ketiga/Borgtocht merupakan suatu perjanjian di mana Pihak Ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban debitur (pihak yang berutang) kepada debitur (pihak yang memberikan utang) apabila pihak debitur tidak mampu membayar utangnya. Borgtocht ini telah diatur pada pasal 1820 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya”.

Jika Anda ingin membuat surat penjamin utang anaknya atau ingin menanggung utang anaknya dan /atau perjanjian baru tersebut ke ayahnya sebagai pihak ketiga, Anda harus membuat perjanjian yang disaksikan oleh pemerintah setempat atau notaris guna mencegah adanya klaim sepihak yang tidak diinginkan seperti pemaksaan, dan lain-lain. adapun isi dari perjanjian tersebut yaitu :

  1. Identitas lengkap Ayahnya, anak, dan anda
  2. Pernyataan Eksplisit bahwa ia menjamin/menanggung pengembalian utang sebesar Rp 50.000.000 + bunga 2,5%
  3. Pernyataan bahwa apabila anaknya tidak membayar, ayah siap menggantikan seluruh kewajiban anaknya
  4. Dapat dilampirkan rencana pelunasan atau batas waktu misalnya cicilan atau lunas setelah tanah terjual (buatkan jadwal)
  5. Klausul denda jika terlambat (Opsional)
  6. Saksi 2 orang
  7. Tanda tangan diatas materai
  1. Surat Pengakuan Utang Baru

Surat pengakuan utang baru ini merupakan alternatif lain jika Anda tidak ingin menggunakan opsi yang pertama tadi yaitu penjamin utang/pihak ketiga, Anda bisa meminta ke ayah teman anda secara sukarela untuk menandatangani pengakuan utang baru atas nama dirinya.

Opsi ini lebih kuat dari Borgtocht/pihak ketiga atau personal guarantee/jaminan perseorangan karena yang mengikatkan perjanjian langsung dengan Anda yaitu ayah teman anda atau dengan kata lain Anda sebagai Kreditur dan ayah teman Anda sebagai Debitur serta Anda bisa menagih langsung kepadanya tanpa syarat.

Langkah praktis yang Anda dapat lakukan yaitu lakukan pendekatan kekeluargaan (menyampaikan Anda ingin menyelesaikan baik-baik) dan jika orang tuanya siap menanggung utang anaknya maka dibuatkan pernyataan tertulis agar tidak salah paham dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Pernyataan tersebut berisikan ayah mengakui bahwa ia berutang kepada Anda sebesar 50 Juta, ada tanggal jatuh tempo, dan ada saksi atau bermaterai

  1. Ada pernyataan ayahnya bahwa akan melunasi utang anaknya namun terlebih dahulu ayahnya akan menjual tanahnya.

Anda dapat meminta ayahnya untuk membuat surat pernyataan menjual tanah / kesanggupan melunasi setelah menjual tanah tersebut, hal ini untuk menghindari/mencegah permasalahan serta alasan-alasan di kemudian hari.

Adapun isi dari surat pernyataan tersebut sebagai berikut :

  1. Ayahnya menyatakan siap menjual tanahnya untuk membayar utang tersebut
  2. Cantumkan lokasi tanah
  3. Estimasi harga
  4. Tenggat waktu pembayaran
  5. Pernyataan bahwa uang hasil penjualan diprioritaskan untuk melunasi utang Anda

Surat seperti ini tidak otomatis memberi Anda hak atas tanah, tetapi cukup kuat untuk memastikan ia tidak mudah mengelak dikemudian hari.

 

  • Bagaimana Jika Mereka Tetap Menunda?

Sebelum ke pengadilan, Anda masih punya opsi:

  1. Somasi (Buat somasi tertulis Maximal 3 Kali).
  2. Mediasi Non-Pengadilan

Anda bisa minta bantuan:

  • Kepala desa/lurah,
  • Tokoh adat,
  • Mediator profesional.

Jika semua gagal, barulah gugatan wanprestasi diajukan.

  • Rekomendasi Saya (Paling Aman untuk Anda)

Minta ayahnya menandatangani SURAT PENGAKUAN UTANG dan JANJI PELUNASAN
atau PERJANJIAN PENANGGUNGAN (BORGTOCHT).

Setelah itu buat:

  • Jadwal pembayaran,
  • Jika jual tanah → buat surat prioritas pelunasan dari hasil penjualan.

Dengan dokumen ini, Anda tidak perlu ke pengadilan kecuali mereka benar-benar tidak kooperatif.

Demikian jawaban kami, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Referensi

Buku

  1. J. Satrio, Hukum Jaminan: Hak-Hak Jaminan Pribadi (Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung-Menanggung)
  2. Hukum Jaminan Indonesia, Proyek Pengembangan Hukum Ekonomi (ELIPS, 1998)
    • Kumpulan artikel dan analisis tentang hukum jaminan di Indonesia, termasuk jaminan kebendaan dan pribadi. Google Buku
  3. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan
    • Memberi pemahaman dasar yang menyeluruh tentang hukum jaminan di Indonesia termasuk jaminan perorangan (person guarantee). Semantic Scholar
  4. L. Lenny Nadriana, “Ahli Waris Pemegang Personal Guarantee” (disertasi / buku)
    • Membahas aspek waris penjamin, ketika penjamin meninggal dan keterlibatan ahli waris dalam tanggung jawab utang. repository.usahid.ac.id

Jurnal / Artikel Akademik

Berikut beberapa jurnal dan artikel yang sangat relevan:

  1. Susanti, “Pembaharuan Hukum Penanggungan: Studi Perbandingan dengan Hukum Penanggungan (Borgtocht) di Belanda”
    • Analisis komparatif antara hukum penanggungan Indonesia dan hukum Belanda (borgtocht). Jurnalius+1
  2. Satriya Ardhi Dwi Septiaji, Haizah Ar-Rosyida, Wardiati Alifah, Ahmad Musadad, “Kedudukan dan Tanggung Jawab Penjamin dalam Borgtocht: Tinjauan atas Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga”
  3. Putu Arinova Putra Astawa & Ayu Putu Laksmi Danyathi, “Jaminan Perorangan (Borgtocht) dalam Perjanjian Hutang Piutang jika Debitur Wanprestasi” — Jurnal Kertha Desa.
    • Menjelaskan apa yang terjadi jika debitur wanprestasi dan peran penjamin borgtocht dalam hukum perdata. OJS UNUD
  4. Rizka Putri Febritama & Tamaulina Br. Sembiring, “Kajian Hukum Perdata Terhadap Pelaksanaan Pasal 1131 KUHPerdata atas Jaminan Debitur di Indonesia”
    • Meskipun fokusnya jaminan debitur, jurnal ini relevan untuk melihat bagaimana jaminan (jaminan debitur) diperlakukan dalam praktik hukum. Jurnal Intekom
  5. Rafika, “Hak Regres dalam Borgtocht: Telaah Terhadap Kepastian Hukum bagi Penjamin dalam Sistem Hukum Indonesia” — Socius: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
    • Menelaah hak regres dari penjamin setelah menanggung utang debitur, dan sejauh mana kepastian hukum atas hak ini. Jurnal Daarul Huda+1
  6. Agatha Putri Gracia Uliana Purba dkk., “Kepastian Hukum Ahli Waris Personal Guarantee yang Turut Dipailitkan Akibat Pailitnya Debitur Prinsipal” — ARMADA: Jurnal Penelitian Multidisiplin.
  7. Bahri dkk., “Kepastian Hukum Personal Guarantee sebagai Penjamin Kredit Bank yang juga Menjadi Penjamin untuk Debitur Lain di Bank Lain” — ARMADA.
    • Diskusi tentang risiko dan kepastian hukum ketika seseorang menjadi penjamin lebih dari satu utang / debitur. E-Journal 45 Mataram
  8. Evi Retno Wati, “Eksekusi Jaminan Perorangan (Borgtocht) dalam Penyelesaian Kredit Macet melalui Kepailitan (Analisis Putusan MA RI No. 2960 K/Pdt/2010)” — Minuta (atau jurnal sejenis).
    • Analisis kasus MA terkait eksekusi borgtocht melalui kepailitan. Neliti
  9. Ariyanto, “Akibat Hukum Pemegang Hak Tanggungan yang Tidak Mendaftarkan Sebagai Kreditor dalam Kepailitan” — IUSTUM.
    • Meski fokusnya hak kebendaan (tanggungan), artikel ini penting untuk memahami dinamika jaminan di kepailitan. Journal UII

Rekomendasi Penggunaan Referensi

  • Untuk dasar teori dan landasan hukum, gunakan buku (misalnya Satrio, Sofwan).
  • Untuk analisis praktik dan risiko borgtocht, gunakan jurnal seperti Susanti, Septiaji, dan Wati.
  • Untuk masalah khusus, seperti hak regres penjamin atau tanggung jawab ahli waris, fokuslah ke artikel Rafika dan Purba dkk.

 



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Posting komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas