Mamuju, Sulbarkita.com – Bencana gempa dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah membawa trauma tersendiri bagi masyarakat Sulawesi Barat. Sebagian di antaranya memilih meninggalkan rumahnya karena was-was bencana serupa terjadi di sana. “Kami (mengungsi) ke dataran tinggi,” kata Afif, 47 tahun, warga di bantaran Sungai Karema, Mamuju.
Afif sempat meninggalkan rumahnya saat gempa terjadi pada Jumat 28 September. Sebab dia mendengar informasi air laut surut dari pantai. Ia menduga itu ciri-ciri bakal tsunami, “Waktu itu saya sedang siap-siap salat magrib. Langsung kami meninggalkan rumah,” ujarnya.
Nur Haslah, 32 tahun, mengatakan masyarakat yang meninggalkan rumah kebanyakan yang bermukim di pesisir pantai. Mereka kini tinggal di rumah sanak keluarganya yang berada di wilayah dataran tinggi. “Begitu juga di wilayah saya di Tubo (Kecamatan Tubo Sendana, Majene)” ujar warga Dusun Tatakko, Tubo tersebut.
Banyaknya warga yang meninggalkan rumah membawa kekhawatiran pemerintah setempat. Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) Majene mengimbau agar masyarakat tetap tenang. “Jangan sampai ada yang meninggalkan rumahnya sehingga dimanfatkan orang yang tidak bertanggung jawab,” tulis BNPB dalam akun facebooknya.
Sebelumnya, gempa berkekuatan 7,7 magnitudo yang kemudian diralat Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjadi 7,4 magnitudo, terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Hingga Ahad 30 September 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban jiwa mencapai 832 orang meninggal dunia, terdiri di Kota Palu 821 orang dan Donggala 11 orang.
ERISUSANTO | TS MUSKAKA
Minggu, 30 September 2018 | 14:36
Masjid Terapung Palu setelah diterjang tsunami/facebook Wiweko Widodo
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Posting komentar